Langsung ke konten utama

Kita (menyalahkan) penggunaan teknologi



Entahlah, apa rasanya hari ini ? aku memulai hari ini seperti biasanya bahkan aku berfikir aku memulai hari ini dengan lebih baik. Saat awal pagi aku cukup menghabiskan waktu untuk menyelesaikan laporanku, tugas organisasiku dan mencuci baju serta membersihkan kosan misalnya. Tapi kenapa ada rasa yang berbeda, ada sebagian dari hari ini yang hilang. Bagian itu biasa aku sebut semangat. Aku sendiri bahkan tak tau penyebabnya apa ? Tugas ? tak bisa juga dibilang begitu karena aku bahkan telah menyelesaikan tugasku untuk hari esok. Lalu kenapa ? Aku merasa ada sesuatu yang sedang aku fikirkan. Aku memikirkan apa yang sedang aku fikirkan. Oh, aku bingung dengan hariku hari ini. Kenapa tak sesemangat hari-hari kemarin ? Sepertinya aku memang tidak biasa untuk berdiam tanpa melakukan sesuatu.
Sejak pertengahan hari tadi, yang aku lakukan setelah semua pekerjaanku selesai termasuk memberi nutrisi untuk tubuhku hanyalah memainkan jariku pada layar handphone. Melihat timeline dan notification yang aku sendiri sadar tidak ada yang penting disana. Aku bagai diperalat oleh benda itu. Ya, aku tak bergerak dan aku membuang waktuku begitu saja. Aku tau ini adalah kebiasaan burukku. Aku selalu tau itu, tapi sayangnya aku tak bisa membuatnya hilang dari hidupku. Apa  hanya aku ? sepertinya tidak. Ya, bagaimana pun benda bernama handphone itu harus secara perlahan aku kurangi penggunaannya kalau tidak sepertinya aku akan banyak membuang waktuku hanya untuk berdua dengannya, mulai untuk tidak peduli dengan lingkungan dan terbiasa untuk tidak produktif saat ada waktu luang. I hate that and  maybe it can make i hate myself.
Waktu bersama Hpku semakin lama, semangatku juga hambar rasanya. Ya, mungkin benda ini alasannya. Dasar benda laknat ! Aku ingat, hari ini aku harus kuliah tapi aku masih saja asyik dengan benda itu. Aku selalu memberikan dia kesempatan untuk memperalatku, menyita waktunya hanya sekedar untuk merusak mataku, menghancurkan pekerjaanku dan menghancurkan masa depanku. Aku benci diriku sendiri yang sampai saat ini belum bisa membiarkan benda itu berlalu dan tak kugubris sama sekali. Entah bijak atau tidak aku menyalahkan benda itu, tapi sadar atau tidak itu juga karena diriku sendiri yang tidak membatasinya.
Aku berada di kampusku 30 menit sebelum waktu kuliahku, aku berjalan sendiri memasuki ruangan berjalan yang membawaku melewati lantai demi lantai gedung kuliah hanya dengan diam didalamnya. Aku merasa asing, semua kemudahan itu ternyata malah membuatku semakin malas. Aku berjalan menuju ruang kelas ini, aku berharap aku yang pertama datang tapi ternyata sudah ada 3 temanku disana. Tapi sangat lucu, mereka yang juga sedang diperalat oleh benda bernama “Gadget/handphone” itu. Aku lihat mereka saling berjauhan, dan menyibukkan diri dengan gadget masing-masing. Diam tanpa saling menyapa dan aku rasa itu sangat bodoh. Hmm....ini yang dibilang teknologi. Mereka memudahkan , memudahkan kita untuk membuat yang jauh menjadi dekat tapi membuat sesuatu yang sebenarnya dekat menjadi lebih jauh dari yang benar-benar jauh.
Aku memilih untuk menuliskan ini, bukan berarti aku adalah orang yang terbebas dari pembodohan teknologi tersebut tapi karena aku juga korban disini. Aku salah jika menyalahkan zaman ini sebagai sebab dari perubahan yang terjadi. Karena pada hakekatnya aku atau yang lebih pantas aku sebut kita adalah pemegang kendali itu sendiri. Kita adalah nahkoda untuk hidup kita sendiri, kemana arah kapal akan kita bawa itu tergantung kita akan berjalan ke arah mana. Semoga tulisan yang iseng aku tulis ini bisa menjadi tamparan untukku, menjadi pengingat untuk orang lain tapi bukan untuk menasehati. Aku tak pantas menasehati karena aku sendiri membuat tulisan ini hanya untuk berbagi dan hanya untuk bercerita tentang apa yang aku rasakan saat teknologi itu memperdayaku, memperalatku dan membiarku melupakan banyak hal hingga aku tau ada yang hilang dan sesuatu yang hilang itu adalah waktuku. Waktuku untuk menikmati dunia nyata bukan yang maya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kumasuki Kisah Baru 5 bulan di kota Baru

                Sejenak, waktu akhirnya menggiringku untuk mengingat kembali blog ini, haha yaya aku lama tak menyentuhnya dengan tulisan-tulisan mungil ini. Entahlah aku yang sibuk atau seolah menyibukkan diri saja ? Tugas kuliah itu banyak banget ditambah lagi kegiatan UKM yang aku ikuti. Tapi yah inilah revolusi waktu yang tetap harus aku jalani. Rasanya baru kemarin aku menulis cerita tentang mimpiku di UGM sekarang udah lagi UAS , sungguh waktu mengajak kita berjalan dengan cepat.                 Mengikuti arus kisah,,,sekarang sudah januari 2015 menandakan   4 deret angka “2014” telah tersubsitusi menjadi “2015” dan masa baru kembali dimulai. Banyak hal yang sudah aku lakuin di Jogjakarta selama 5 bulan ini, jika ini sebuah perjuangan aku tahu ini tak akan sia-sia. Sekarang aku ceritain 5 bulan yang berlalu secara cepat itu Aku aktif di 2 UKM yaitu “Balairung”, ukm untuk para pemuda berjiwa jurnalis. UKM yang menggelarkan pena-penanya untuk menelisik fakta disetiap peris

Kenangan masa kecil yang baik (Part 2)

Mendidik seperti ibu mendidik Aku suka bingung untuk melanjutkan setiap “part” kenangan masa kecilku dari mana. Inginnya sih urut, tapi menulis sesuatu yang sengaja dipikirkan dengan sistematis malah membuatku tidak menghasilkan apa-apa, selain hanya keinginan agar ceritanya urut dan tertata. Makanya, aku memilih untuk menuliskan apapun yang tiba-tiba teringat dikepalaku. Tentang masa kecilku. Kali ini tentang ibu. Tentang bapak juga banyak kok. Tapi ibuk dulu ya pak. Hehe. Mendidik seperti ibu mendidik. Banyak hal yang kelak jika aku sudah menjadi ibu, aku ingin mentreatment anakku seperti ibu memperlakukanku.  Sederhana tapi begitu berkesan bagiku hingga saat ini. Dulu ketika aku masih sekolah dari SD, SMP sampai SMA, setiap kali mau Ujian Tengah Semester, Ujian Akhir Semester dan Ujian Nasional, ibu adalah orang yang juga akan menyiapkan banyak hal, mungkin maksudku banyak keperluan. Ketika jadwal ujian keluar, pulang sekolah aku akan bilang pada ibu “Adek uji

Jogja, Wulan Pulang !

Episode 1.... Jogjakarta adalah kota yang entah darimana asalnya selalu bisa menjadikan setiap yang datang menemuinya jatuh cinta. Menemui jogja dan menjalani banyak kisah disana adalah sebuah takdir Tuhan yang paling istimewa. Begitu pula bagi Wulan dan Damar. Dua orang anak manusia yang kemudian bertemu di Jogja dan kemudian diputuskan oleh Tuhan untuk menjalani banyak cerita. Wulan Waktuku dengan Jogja sudah selesai, tempat ini sudah sangat baik mau menerimaku selama 4 tahun lebih, membangun banyak cerita. Mempertemukanku dengan banyak manusia. Jogja sungguh adalah kota yang tidak bisa lagi aku rangkai dengan kata, dia adalah rasa-rasa yang pada setiap sudutnya aku titipkan cerita. “Damar, aku akan pulang tanggal 10 Desember nanti,” akhirnya aku berani memberitahu Damar tentang rencana kepulanganku ke Sumatera. “Oh iya? Cepet banget? Katanya kamu mau tinggal disini?” hanya itu respon yang Damar katakan. “Yah, ayah menyuruhku pulang. Aku sudah selesai dengan kota ini. G