Episode 1....
Jogjakarta adalah kota yang entah darimana asalnya selalu bisa menjadikan setiap yang datang menemuinya jatuh cinta. Menemui jogja dan menjalani banyak kisah disana adalah sebuah takdir Tuhan yang paling istimewa. Begitu pula bagi Wulan dan Damar. Dua orang anak manusia yang kemudian bertemu di Jogja dan kemudian diputuskan oleh Tuhan untuk menjalani banyak cerita.
Jogjakarta adalah kota yang entah darimana asalnya selalu bisa menjadikan setiap yang datang menemuinya jatuh cinta. Menemui jogja dan menjalani banyak kisah disana adalah sebuah takdir Tuhan yang paling istimewa. Begitu pula bagi Wulan dan Damar. Dua orang anak manusia yang kemudian bertemu di Jogja dan kemudian diputuskan oleh Tuhan untuk menjalani banyak cerita.
Wulan
Waktuku
dengan Jogja sudah selesai, tempat ini sudah sangat baik mau menerimaku selama
4 tahun lebih, membangun banyak cerita. Mempertemukanku dengan banyak manusia.
Jogja sungguh adalah kota yang tidak bisa lagi aku rangkai dengan kata, dia
adalah rasa-rasa yang pada setiap sudutnya aku titipkan cerita.
“Damar,
aku akan pulang tanggal 10 Desember nanti,” akhirnya aku berani memberitahu
Damar tentang rencana kepulanganku ke Sumatera.
“Oh
iya? Cepet banget? Katanya kamu mau tinggal disini?” hanya itu respon yang
Damar katakan.
“Yah,
ayah menyuruhku pulang. Aku sudah selesai dengan kota ini. Gantian sama yang
baru. Kasian kan kalau Jogja makin macet karena yang udah kelar masih betah
tinggal. Hahaha.” Aku mencoba tetap tertawa sebisaku. Sungguh meninggalkan
Jogja adalah sebuah keputusan yang cukup berat. Kota ini terlalu nyaman untuk
ditinggalkan. Kota ini sudah banyak mengajariku tentang pelajaran mengenai
hidup.
“Yah,
yaudah tanggal 7 kayaknya masih bisa ketemu kan? Aku mau balik Semarang dulu
besok. Aku usahain kita ketemu sebelum kamu pulang ya.” Aku tidak tau kenapa,
aku kecewa mendengar jawabannya. Damar terlihat biasa saja aku akan pulang,
tidak ada raut wajah takut kehilangan.
“Ah
apa yang sedang aku pikirkan,” aku mengusir pikiranku dalam hati.
“Tanggal
7 ibu aku datang buat jemput aku sekalian beres-beres barang. Tahu sendiri kan
barangku banyak gitu. Hehe” gumamku menanggapi pernyataannya.
“Ah
manja banget sih kamu tuh, pindahan aja minta jemput ibu.” Gerutu Damar
mengomeliku.
Aku
hanya nyengir saja saat itu. Aku menutupi perasaan kecewa yang tiba-tiba
menyeruak datang. Ah mungkin ini hanya perasaan sedih karena akan meninggalkan
Jogja. Pasti begitu, seperti itu pikirku. Siapa yang tidak akan sedih
meninggalkan kota yang 4 tahun dihuninya dan banyak sekali cerita yang ada
didalamnya. Ah, tidak bisa aku ceritakan. Jika kau ingin tahu rasanya mungkin
kau harus tinggal di Jogja untuk beberapa waktu lamanya dan habiskan waktumu
bersama teman-temanmu dan nikmati setiap suasananya.
Aku
dan Damar menghabiskan susu di Warung Susu Pak Jangkung, tempat kesukaan kami
ketika sedang jenuh atau kami sedang kedinginan dengan cuaca di Jogja. Tempat
ini bukan hanya tempat kesukaan aku dan Damar sebenarnya, tempatku dan teman
lain juga, tapi aku kenal tempat ini pertama kali bersama Damar, yang berlanjut
menjadi tempat yang tak absen aku datangi. Aku sangat suka susu murni manisnya
dan Damar akan selalu memasan susu murni tawar kesukaannya. Aku sampai hafal
menu yang akan selalu dipesannya.
Malam
sudah semakin larut, warung susu pak jangkung sudah akan ditutup dan kami untuk
kesekian kali menjadi pelanggan terakhir disini. Aku dan Damar pulang, dan
seperti biasa Damar akan mengantarkanku karena kosku dan samar hanya dihalangi
satu rumah saja. Setelah aku pulang ke
Sumatera nanti, kebiasaan-kebiasaan ini tidak akan ada lagi dan aku pasti akan
sangat merindukannya.
DAMAR
Aku
benar-benar baru tahu bahwa Wulan akan segera pulang ke Sumatera. Wulan tidak
memberitahu apapun sebelumnya. Aku pikir dia akan tinggal di Jogja lebih lama.
Aku bingung dengan perasaanku sendiri kepadanya. Aku nyaman dengannya tapi aku
selalu menampik bahwa aku menyukainya, menyukai caranya bersikap, menyukai
caranya bicara, dan menyukai setiap obrolan bersamanya. Aku menyukai banyak hal
darinya.
Ketika
Wulan memberitahuku bahwa tanggal 10 Desember besok dia akan pulang ke
Sumatera, aku memukan perasaanku kebingungan meresponnya, apalagi aku harus
pulang ke Semarang. Itu artinya aku tidak bisa menikmati sisa waktu selama
Wulan disini. Aku harus bagaimana, dia adalah satu-satunya teman perempuanku
yang bisa membuatku merasa nyaman. Aku merasa banyak berubah sejak mengenalnya.
“Yah, yaudah tanggal 7 kayaknya masih bisa
ketemu kan? Aku mau balik Semarang dulu besok. Aku usahain kita ketemu sebelum
kamu pulang ya,” akhirnya aku menemukan kalimat yang menurutku tepat untuk aku
ungkapkan. Kalimat yang tidak akan menunjukkan aku kecewa dia pulang, aku
baik-baik saja Wulan. Aku tidak ingin terlihat bersedih karena akan
ditinggalkan. Aku takut, takut Wulan tau perasaanku kepadanya sedikit berubah
dari sekedar teman biasa.
Aku
kembali memutar otak bagaimana cara agar aku bisa setidaknya sehari meluangkan
waktu menikmati Jogja bersamanya sebelum aku pulang ke Semarang. Pekerjaan
kantor juga sedang banyak dan tidak bisa aku tinggalkan. Apalagi mendengar
tanggal 7 Desember, ibu Wulan akan datang, jelas aku tidak bisa mengajaknya
keluar.
Selepas
dari Warung Susu Pak Jangkung, aku mengantarnya pulang melewati gang sempit
kosannya, dimana setiap jam 6 sore hingga jam 6 pagi mesin kendaraan harus
dimatikan. Tapi, aku suka melakukannya. Aku akan menunggunya membuka pintu
gerbang dan aku akan pulang ketika sudah memastikan dia masuk ke kosnya.
Bersambung.......
Bersambung.......
Komentar
Posting Komentar