Wulan
"Aku
ingin tinggal lebih lama disini, Damar." Kataku ketika motor damar melaju
hendak menuju kosanku.
Damar
kemudian membelokkan motornya ke arah yang berseberangan dengan kosku.
"Kamu
mau kemana?" Aku memukul punggungnya dari belakang.
"Mengajakmu
menikmati Jogja lebih lama. Mau kemana saja akan kuantarkan kau Dinda."
Damar cekikikan dengan nada bercandanya
"Namaku
Wulan bukan Dinda, siapa lagi itu si Dinda ?" Aku membalas candaannya.
"Aku
sih jadi nggak heran kenapa kamu lulusnya nggak cumlaude, begituan aja nggak
ngerti," Damar mengejekku.
Kemudian
kami tertawa menikmati malam Kota Jogja.
"Eh
jadi kemana?" Dia memelankan motornya.
"Mau
pipis" sahutku dengan nada serius. "Eh beneran?" Tanyanya.
"Iya
beneran. Kebelet ni."
"Yaudah
cari pom bensin" Damar mulai menambah kecepatan motornya.
"Kan
aku kebelet pipis, ngapain ke pom bensin?"
"Ya
cari toilet di pom bensin maksudnya, dih kalau ini baru aku nggak habis pikir.
Bisa gitu kamu lulus kuliah? Bego kok sampek DNA," Damar kembali
mencemoohku dan menghubungkannya dengan kelulusanku. Aku mencubit lengannya
kesal.
Setelah
menemukan pom bensin dan aku sudah selesai dengan kebeletku. Damar mengajakku berkeliling
Jogja kota. Melewati malioboro, nol km, alun-alun utara, alun-alun kidul hingga
sampai ringroad utara mengantarkan kami berdua menemui jalan Kaliurang untuk
mengantar aku pulang.
"Makasih"
kataku pada Damar. "Siap boss cantiiik."
Aku
hendak masuk ke dalam gerbang Kos sampai Damar tiba-tiba memanggilku
"Lan"
"Ya?"
Jawabku dengan perasaan yang tiba-tiba berbeda-beda. "Besok aku pulang,
nggak tau akan bisa mengantarmu atau nggak ke Bandara. Hati-hati ya. Nanti
vcall aja."
"Emangnya
aku minta anteri?, banyak kali yang mau nganterin aku. Ojek online.
Hahahaha" aku menyembunyikan perasaan kecewaku dengan tawa seadanya.
"Udah santai aja, balik sana besok kesiangan kerja baru tau rasa."
Aku menyuruhnya pulang segera, agar aku bisa menata perasaanku untuk tetap baik-baik
saja.
Aku
sedih jika Damar benar-benar tidak ikut mengantarku ke Bandara, tapi malam ini
aku senang dia masih meluangkan waktunya untuk makan malam bersama dan
berkeliling beberapa sudut kota istimewa.
Damar
"Aku
kecewa kamu terlihat baik-baik saja lan." Damar menggerutu dalam hatinya.
"Ya
sudah aku balik ya." Hanya kata itu yang keluar dari mulutku ketika kamu
tertawa dan menyuruhku pulang segera.
Aku
mengorbankan banyak hal agar malam ini terjadi Wulan. Aku meminta ijin pada ibu
untuk menunda sehari kepulanganku. Sepulang dari susu pak Jangkung, tengah
malam itu aku langsung menghubungi ibu. Aku harap aku tidak berbohong padanya,
aku bilang ada pekerjaan yang harus aku selesaikan. Pekerjaan itu adalah
tentang hatiku padamu, Wulan. Beruntung ibu mengijinkannya. Padahal kau tau
Wulan? Ibu sedang sakit dan aku begitu tega menunda pulang untuk menemanimu
malam ini. Semoga aku dimaafkan Tuhan. Malam ini pula, harusnya aku menginput
data untuk tugas kantorku. Harus dikumpul sebelum pukul 12 malam, tapi aku
tidak mempedulikannya. Tak apa, aku sudah siap dengan segala konsekuensinya.
Aku cukup bersyukur bisa bersamamu malam ini, ya meski aku tidak melihat
kekecewaan di wajahmu ketika aku tak bisa mengantarmu. Malam ini mengelilingi
Jogja cukup bagiku, menambah satu cerita yang bisa aku ingat nantinya. Aku
harap malam ini bisa terjadi lagi Wulan, kalau bisa setiap malam datang. Tapi
sayang, aku tidak tau kapan dan apakah bisa diulang?
Wulan,
maaf aku tidak cukup yakin untuk mengatakan tentang hatiku. Aku terlalu
pengecut untuk mengatakannya padamu. Aku rasa kau tidak memiliki rasa yang sama seperti yang
aku rsakan padamu, aku cukup bisa membacanya. Baiklah Wulan, Jogja mungkin
sudah selesai dengan kita. Terima kasih telah menjadi bagian dari cerita.
Semoga kau selalu baik-baik saja dan kita bisa kembali berjumpa. Soal
perasaanku, aku akan berusaha keras untuk membenahinya. Segera.
Hpku
berbunyi, sebuah pesan dari Wulan masuk ke WhatsAppku.
"Damar,
makasih ya. Hehe. Makasih juga sudah sangat baik padaku selama di Jogja sampai
malam ini tiba. Besok pulangnya tiatii ya boss. Salam buat ibu"
Ah,
Wulan. Kenapa kamu harus menghubungiku? Harusnya kamu tunda saja sampai
kepulanganmu. Hatiku sedang tidak baik-baik saja dan aku sedang berusaha untuk
memperbaikinya. Aku kenudian hanya membalas dengan emoticon senyum saja,
setelahnya aku matikan paket dataku dan kembali mencoba berdamai dengan hatiku.
Rasanya
seperti sesuatu yang tidak bisa aku tebak, seperti pernuh tanda tanya. Ada apa?
kenapa, bagaimana, dan lainnya. Pertanyaan yang seolah tidak mendapatkan
jawabannya. Apakah semua orang yang merasa nyaman tapi tidak bisa
mengatakannya, merasakan hal yang sama?
Ah
entahlah. Selamat malam, Wulan.
Pembaca setiamu
BalasHapus