Langsung ke konten utama

Elegi untuk kabar obituari nenek

Surat untuk nenek, yang entah dibaca atau tidak akan akan tetap menuliskannya.

Nek, engkau orang pertama yang memberi pemahaman tentang kehilangan dari jarak yang berjauhan. Aku tidak pernah membayangkan, engkau pergi disaat aku jauh dan aku lupa kapan terakhir aku melihat wajahmu.
Nek, menjadi anak rantau itu berat ya. Aku belajar banyak hal tentang hidup, salah satunya kehilangan. Aku yang tidak bisa menyentuh tubuhmu untuk sekedar menyiramkan air terakhir pada jasadmu, berdiri untuk sholat atas jasadmu, atau sekedar mengaji di samping jasadmu. Ini berat nek, sangat berat.
Aku belum sempat mencium pipimu yg sudah tersisa kulit atau sekedar mengikatkan rambutmu yang sudah beruban. Nek, cucu macam apa aku nek ? Maaf ya

Nek, kmren sebelum aku ke perantauan bukannya nenek masih sehat, aku selalu percaya nenek akan berumur lebih panjang.
Nek, apakah sebelum engkau pergi engkau ingat ketika kau mengangkat tangan hendak memukulku saat aku naik pohon rambutan, atau sekedar melototiku karena aku ramai saat siang. Nenek juga ingatkah, ketika aku terjatuh dari sepeda dan nenek selalu melarangku bersepeda lagi tapi aku tak menghiraukannya. Dulu juga, saat seluruh kepalaku gatal-gatal nenek sibuk cari ramuan tradisional sana-sini untuk menyembuhkannya termasuk tokek dan kadal. Nenek juga ingat saat bilang tanganku bengkak saat jatuh dari motor "nek, tanganku memang besar" itu jawabku waktu itu. Nenek hanya tertawa.
Akh nek, sudahlah.
Nek, nenek bahagia ya disana. Mungkin tidak ada lagi rumah untuk kuambil semua telur rebus dan makanannya ketika malas dirumah, atau sekedar mengadu saat ayah atau ibu marah-marah. Nenek, semoga jarak bukan semakin menjauhkan tapi semakin mendekatkan. Nenek bisa selalu liat aku kan sekarang, jangan jauh-jauh ya nek. Kalau aku nakal, tegur ya :')

Ini puisiku, untuk nenek
Tentang Elegi, Obituari dan Nenek
Elegi nek
Elegimu, tadi..
Dipelataran langit
Sepertu semburat senyum simpul wanita muda
Kali ini bukan kabar rindu
Ini Obituari
Kepergian..
Kedukaan..
Aku enggan bilang "Selamat Tinggal" atau sekedar "Selamat Jalan"
Kita berjarak lagi nek
Akankah makin jauh ?
 Nek, aku enggan menyebutmu pembohong
Tentang ucap, engka akan sehat sampai cucu nakalmu ini punha anak
Akh, sekedar pakai toga sajalah tak apa
Nenek, aku benci bilang engkau bohong
Aku belum bertemu lagi nek
Nenek, aku tidak suka bilang engkau jahat
Siapa yang akan memarahi ayah dan ibu saat mereka marah padaku ?
Aku benci nek..
Bukan engkau..
Aku benci..
Elegi, kabar dirimu oleh pesan langit atas obituari
Tentang engkau.
Mereka merebutmu menjadi bayangan
Tapi sampai kapanpun..
Aku tidak pernah membencimu
Nek. Aku sayang !
Cukup, itu saja :')

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kumasuki Kisah Baru 5 bulan di kota Baru

                Sejenak, waktu akhirnya menggiringku untuk mengingat kembali blog ini, haha yaya aku lama tak menyentuhnya dengan tulisan-tulisan mungil ini. Entahlah aku yang sibuk atau seolah menyibukkan diri saja ? Tugas kuliah itu banyak banget ditambah lagi kegiatan UKM yang aku ikuti. Tapi yah inilah revolusi waktu yang tetap harus aku jalani. Rasanya baru kemarin aku menulis cerita tentang mimpiku di UGM sekarang udah lagi UAS , sungguh waktu mengajak kita berjalan dengan cepat.                 Mengikuti arus kisah,,,sekarang sudah januari 2015 menandakan   4 deret angka “2014” telah tersubsitusi menjadi “2015” dan masa baru kembali dimulai. Banyak hal yang sudah aku lakuin di Jogjakarta selama 5 bulan ini, jika ini sebuah perjuangan aku tahu ini tak akan sia-sia. Sekarang aku ceritain 5 bulan yang berlalu secara cepat itu Aku aktif di 2 UKM yaitu “Balairung”, ukm untuk para pemuda berjiwa jurnalis. UKM yang menggelarkan pena-penanya untuk menelisik fakta disetiap peris

Kenangan masa kecil yang baik (Part 2)

Mendidik seperti ibu mendidik Aku suka bingung untuk melanjutkan setiap “part” kenangan masa kecilku dari mana. Inginnya sih urut, tapi menulis sesuatu yang sengaja dipikirkan dengan sistematis malah membuatku tidak menghasilkan apa-apa, selain hanya keinginan agar ceritanya urut dan tertata. Makanya, aku memilih untuk menuliskan apapun yang tiba-tiba teringat dikepalaku. Tentang masa kecilku. Kali ini tentang ibu. Tentang bapak juga banyak kok. Tapi ibuk dulu ya pak. Hehe. Mendidik seperti ibu mendidik. Banyak hal yang kelak jika aku sudah menjadi ibu, aku ingin mentreatment anakku seperti ibu memperlakukanku.  Sederhana tapi begitu berkesan bagiku hingga saat ini. Dulu ketika aku masih sekolah dari SD, SMP sampai SMA, setiap kali mau Ujian Tengah Semester, Ujian Akhir Semester dan Ujian Nasional, ibu adalah orang yang juga akan menyiapkan banyak hal, mungkin maksudku banyak keperluan. Ketika jadwal ujian keluar, pulang sekolah aku akan bilang pada ibu “Adek uji

Jogja, Wulan Pulang !

Episode 1.... Jogjakarta adalah kota yang entah darimana asalnya selalu bisa menjadikan setiap yang datang menemuinya jatuh cinta. Menemui jogja dan menjalani banyak kisah disana adalah sebuah takdir Tuhan yang paling istimewa. Begitu pula bagi Wulan dan Damar. Dua orang anak manusia yang kemudian bertemu di Jogja dan kemudian diputuskan oleh Tuhan untuk menjalani banyak cerita. Wulan Waktuku dengan Jogja sudah selesai, tempat ini sudah sangat baik mau menerimaku selama 4 tahun lebih, membangun banyak cerita. Mempertemukanku dengan banyak manusia. Jogja sungguh adalah kota yang tidak bisa lagi aku rangkai dengan kata, dia adalah rasa-rasa yang pada setiap sudutnya aku titipkan cerita. “Damar, aku akan pulang tanggal 10 Desember nanti,” akhirnya aku berani memberitahu Damar tentang rencana kepulanganku ke Sumatera. “Oh iya? Cepet banget? Katanya kamu mau tinggal disini?” hanya itu respon yang Damar katakan. “Yah, ayah menyuruhku pulang. Aku sudah selesai dengan kota ini. G