Langsung ke konten utama

Percakapan tentang ibu

Aku sering mendengar cerita ayah bersama ibu, tentang perjuangan-perjuangan mereka. Andai percakapan penggalan2 itu aku rangkum dalam sebuah percakapan sederhana, seperti ini mungkin adanya. Tak dapat aku sampaikan semua, tapi cukup membuatku mengerti.
Ayah : Adek tau kenapa ayah sangat mencintaimu ibumu ?
Aku : Karena ibu, istri ayah !
Ayah : Ya tentu, ih padahal lagi serius
Aku : Kenapa ?
Ayah :
Karena ibu yang mau menemani perjuangan ayah, sejak sebelum ayah punya gaji tetap, ibumu mau saja mempercayai hidupnya untuk mendampingi ayah. Dia wanita yang sangat sabar, sebelum seperti sekarang kami benar-benar mengerti arti berjuang. Siapa yg akan mau menikah dg seorang laki-laki yg belum mapan ? Tapi ibumu percaya, dia mau menemani ayah berjuang.
Wanita yang menemani ayah dalam setiap keadaan , saat ayah tergopoh berjalan, ibumu yang membopong ayah, saat ayah jatuh, ibumu yang  membangunkan ayah, dan saat ayah dapat berjalan berjalan tegap, ibumu yang menggandeng tangan ayah. Sampai saat ini, ketika semua membaik, sampai ayah bisa mendampingi pernikahan masmu, menjadi wali mbakmu, dan menemani kalian semua di wisuda, ibu yang menemani ayah. Semoga selalu begitu, ad ibu disamping ayah, karena hanya dengan itu ayah yakin semua akan tetap baik-baik saja.
Kamu tau, Ibumu pernah berjalan 20km saat hamil masmu, menemani ayah menuju tempat ayah mengajar. Ibumu mengerti cara memberi pengertian mendidik saat mbak dan masmu minta ini itu tapi ayah tidak punya uang. Dia pendidik yang hebat. Ibumu selalu sabar ketika ayah marah, dia tau cara menenangkan. Ibumu yang dengan sigap menjadi dokter untuk ayah dan kalian ketika salah satu dari kita sakit. Ibumu yang mengajari kalian baca, tulis, mengaji, dan segalanya, dia guru pertama kalian. Dia juga wanita yang akan paling khawatir ketika salah satu dari kita terluka. Dia adalah wanita yg doanya mengguncang arsy dan akan sampai dengan selamat untuk kalian, anak-anak ayah. Ibumu tidak punya gelar dibelakang namanya, tapi dari rahimnya lahir sarjana-sarjana, kalian, anak ayah. Ibumu dek, sesuatu yang tidak bisa lagi ayah jabarkan, ayah yang tau bagaimana hebatnya ibumu.
Dek, ibu yang tidak dapat mengenyam pendidikan tinggi saja bisa sehebat itu apalagi adek, ya kan ? Jadilah wanita yg mau berjuang, kamu tidak harus sehebat ibu,tapi harus lebih hebat dari ibu, hebat dengan caramu sendiri. Ayah menjadikanmu sarjana bukan sekedar agar kamu mendapatkan kerja, lebih dari itu sayang. Semoga kamu paham.
Oh iya, satu lagi ketinggalan. Bagaimana mungkin ayah tidak mencintaimu ibumu ? Setiap hari sejak dia resmi menjadi istri ayah, masakannya yg selalu ayah makan dan hebatnya sampai saat ini ayah tidak juga bosan.

Eh tapi besok ayah pura-pura bosan aja deh, biar adek yg masakin. Hahaha katanya sih udah bisa masak, tpi gtw ya enak atau enggak. Bisa kan belum tentu enak.
Aku : Hahaha, ah ayah. Jelas masakan ibu paling enak. Kita sama-sama tau itu. Besok kalau aku masak, bilang aja enak ya, lebih enak dari masakan ibu. Nanti adek kasih bonus pijitin kaki. Wkwkwk
Ayah :Hahaha oke deal, semoga ayah bisa akting.
Aku  : Tenang, nanti adek ajarin hahahaha

Dan begitu cara kami untuk tetap saling mencintai.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kumasuki Kisah Baru 5 bulan di kota Baru

                Sejenak, waktu akhirnya menggiringku untuk mengingat kembali blog ini, haha yaya aku lama tak menyentuhnya dengan tulisan-tulisan mungil ini. Entahlah aku yang sibuk atau seolah menyibukkan diri saja ? Tugas kuliah itu banyak banget ditambah lagi kegiatan UKM yang aku ikuti. Tapi yah inilah revolusi waktu yang tetap harus aku jalani. Rasanya baru kemarin aku menulis cerita tentang mimpiku di UGM sekarang udah lagi UAS , sungguh waktu mengajak kita berjalan dengan cepat.                 Mengikuti arus kisah,,,sekarang sudah januari 2015 menandakan   4 deret angka “2014” telah tersubsitusi menjadi “2015” dan masa baru kembali dimulai. Banyak hal yang sudah aku lakuin di Jogjakarta selama 5 bulan ini, jika ini sebuah perjuangan aku tahu ini tak akan sia-sia. Sekarang aku ceritain 5 bulan yang berlalu secara cepat itu Aku aktif di 2 UKM yaitu “Balairung”, ukm untuk para pemuda berjiwa jurnalis. UKM yang menggelarkan pena-penanya untuk menelisik fakta disetiap peris

Kenangan masa kecil yang baik (Part 2)

Mendidik seperti ibu mendidik Aku suka bingung untuk melanjutkan setiap “part” kenangan masa kecilku dari mana. Inginnya sih urut, tapi menulis sesuatu yang sengaja dipikirkan dengan sistematis malah membuatku tidak menghasilkan apa-apa, selain hanya keinginan agar ceritanya urut dan tertata. Makanya, aku memilih untuk menuliskan apapun yang tiba-tiba teringat dikepalaku. Tentang masa kecilku. Kali ini tentang ibu. Tentang bapak juga banyak kok. Tapi ibuk dulu ya pak. Hehe. Mendidik seperti ibu mendidik. Banyak hal yang kelak jika aku sudah menjadi ibu, aku ingin mentreatment anakku seperti ibu memperlakukanku.  Sederhana tapi begitu berkesan bagiku hingga saat ini. Dulu ketika aku masih sekolah dari SD, SMP sampai SMA, setiap kali mau Ujian Tengah Semester, Ujian Akhir Semester dan Ujian Nasional, ibu adalah orang yang juga akan menyiapkan banyak hal, mungkin maksudku banyak keperluan. Ketika jadwal ujian keluar, pulang sekolah aku akan bilang pada ibu “Adek uji

Jogja, Wulan Pulang !

Episode 1.... Jogjakarta adalah kota yang entah darimana asalnya selalu bisa menjadikan setiap yang datang menemuinya jatuh cinta. Menemui jogja dan menjalani banyak kisah disana adalah sebuah takdir Tuhan yang paling istimewa. Begitu pula bagi Wulan dan Damar. Dua orang anak manusia yang kemudian bertemu di Jogja dan kemudian diputuskan oleh Tuhan untuk menjalani banyak cerita. Wulan Waktuku dengan Jogja sudah selesai, tempat ini sudah sangat baik mau menerimaku selama 4 tahun lebih, membangun banyak cerita. Mempertemukanku dengan banyak manusia. Jogja sungguh adalah kota yang tidak bisa lagi aku rangkai dengan kata, dia adalah rasa-rasa yang pada setiap sudutnya aku titipkan cerita. “Damar, aku akan pulang tanggal 10 Desember nanti,” akhirnya aku berani memberitahu Damar tentang rencana kepulanganku ke Sumatera. “Oh iya? Cepet banget? Katanya kamu mau tinggal disini?” hanya itu respon yang Damar katakan. “Yah, ayah menyuruhku pulang. Aku sudah selesai dengan kota ini. G