Langsung ke konten utama

Keterasingan dan pembenahan pertemanan

Aku ingat, malam itu ketika tangan kita berjabatan dan kita saling menyebut nama masing-masing, kita resmi berkenal. Ya, Tuhan memang selalu punya rahasia siapa-siapa saja yang akan Dia hadirkan dalam hidupku, dan kamu adalah salah satunya. Sejak pertama, aku merasa aku kagum. Kagum dengan sikap dan santunmu.
Harus darimana aku ceritakan perjalanan pertemanan itu, terlalu banyak. Pengajian yang cukup lucu di malam minggu ? Jaket dan udara malam ? Kos berantakan dan film horror ? Bakpia dan hujan ? Warung makan dan jus alpukat ? Motor mati dan bengkel yang jauh ? Bakso dan terik siang ? Pesawat yang meninggalkanmu ? Kimia, kalkulator dan jas lab ? Jalanan tanjak dan curhat abal-abal ? Warnet dan passpor ? Nasi bambu dan traktiran ? Circle K dan tengah malam ? Amarah dan Taman Budaya ? Celana dan rok yang sekarang berubah ?  Akh susah aku sebut satu-satu, sangat banyak. Semua berkesan, bagiku !
Seandainya aku lupa bahwa pertemanan ini berharga, aku mungkin saja menyukaimu sejak lama. Tapi aku tidak, kamu kakak bagiku dan cukup seperti itu.
Kita akhirnya terlibat dalam sebuah program besar. Perwujudan mimpi. Sesuatu yang ingin aku wujudkan, dan ternyata kita memiliki visi yang sama. Itu semakin menambah cerita pertemanan kita. Perjuangan itu, segala ketidakmungkinan yang kita sulap menjadi sesuatu yang real. Ya, peranmu disini yang paling penting. Pengorbanan dan perjuanganmu yang paling banyak, dan dengan segala keegoisan, aku berfikir aku juga berperan banyak ? Aku salah ! Kamu peran utamanya, dan aku sungguh tak banyak berbuat apa-apa.
Aku malu, keegoisan itu terlambat aku sadari dan aku menyiksa diriku sendiri. Sejak itu, sejak mimpi besar itu kita wujudkan dan kita membangun mimpi kita yang lain bahkan kita membangun mimpi orang lain, aku kehilanganmu. Teman !
Ada puluhan hari yang aku lewati tanpa kita lagi, bahkan kabarmu asing bagiku. Canggung akhirnya menjadi candu. Aku takut, kita menghilangkan diri karena berfikir ada rasa yang aku pendam untukmu, tidak ! Jangan berfikir seperti itu, bahkan aku tidak memikirkan tentang perasaan kamu padaku. Kita cukup tau mengatur perasaan bukan ? Tidak ad keterlibatan itu sama sekali dari detik yang kemudian terlewati tanpa kebiasaan yang sering terjadi.
Aku sempat membencimu, tapi sebentar sisanya hanya rindu yang tidak bisa tersampaikan. Rindu kekonyolan dan motor yang tiba-tiba di depan kosan, nasehat-nasehat super bijak ala-ala, atau sekedar cerita konyol melalui telfon genggam kita. Akh hampir berminggu-minggu setelah 5 bulan kehilangan itu aku selalu rindu pertemanan kita.
Beberapa bulan lalu, kita bertemu lagi dan aku rasa kita asing dengan pertemuan itu. Tapi, cukuplah mengobati rindu.
Entah seperti apa kita kemudian bercakap-cakap lagi ? Aku lupa, tapi pertemuan di meja lingkaran dan beberapa orang lainnya membuatku tersadar keegoisan yang pernah aku lakukan. Tapi, cukup terlambat kau jelaskan. Tak apa, aku mengerti sekarang. Sejak itu, aku pikir keadaan pertemanan kita membaik, dan aku menemukan dirimu lagi. Teman baik !
Aku punya dua hadiah untukmu, pertama saat mimpi besar kita selesai diwujudkan aku ingin berterimakasih padamu tapi aku terlanjur marah dan tidak jadi memberikannya. Kedua, hadiah ulang tahunmu. Kau tau, aku tidak pernah lupa hanya saja waktu itu hubungan pertemanan kita belum membaik adanya. Aku bingung bagaimana mengatakan dan memberikannya jadi kusimpan saja.
Tunggu, aku bingung lagi bagaimana aku memberikan semuanya ? Sekarang ? Aneh jadinya, nanti saja ya sekalian ku rapel dengan syukuran wisudamu. Cepet wisuda makanya ! Atau mau sekalian dengan pesta pernikahanmu ? Eh belum ada calon ding, wkwkwk. Bercanda kawan. Orang baik sepertimu pasti mendapatkan jalan hidup terbaik dari Tuhan.
Tetap jadi teman yang baik ya, jangan jadi asing lagi. Aku nggak suka, hehe ! :)

14:31
Muara Tawar, Bekasi
25 Desember 2016
Dari sahabat yang rindu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kumasuki Kisah Baru 5 bulan di kota Baru

                Sejenak, waktu akhirnya menggiringku untuk mengingat kembali blog ini, haha yaya aku lama tak menyentuhnya dengan tulisan-tulisan mungil ini. Entahlah aku yang sibuk atau seolah menyibukkan diri saja ? Tugas kuliah itu banyak banget ditambah lagi kegiatan UKM yang aku ikuti. Tapi yah inilah revolusi waktu yang tetap harus aku jalani. Rasanya baru kemarin aku menulis cerita tentang mimpiku di UGM sekarang udah lagi UAS , sungguh waktu mengajak kita berjalan dengan cepat.                 Mengikuti arus kisah,,,sekarang sudah januari 2015 menandakan   4 deret angka “2014” telah tersubsitusi menjadi “2015” dan masa baru kembali dimulai. Banyak hal yang sudah aku lakuin di Jogjakarta selama 5 bulan ini, jika ini sebuah perjuangan aku tahu ini tak akan sia-sia. Sekarang aku ceritain 5 bulan yang berlalu secara cepat itu Aku aktif di 2 UKM yaitu “Balairung”, ukm untuk para pemuda berjiwa jurnalis. UKM yang menggelarkan pena-penanya untuk menelisik fakta disetiap peris

Kenangan masa kecil yang baik (Part 2)

Mendidik seperti ibu mendidik Aku suka bingung untuk melanjutkan setiap “part” kenangan masa kecilku dari mana. Inginnya sih urut, tapi menulis sesuatu yang sengaja dipikirkan dengan sistematis malah membuatku tidak menghasilkan apa-apa, selain hanya keinginan agar ceritanya urut dan tertata. Makanya, aku memilih untuk menuliskan apapun yang tiba-tiba teringat dikepalaku. Tentang masa kecilku. Kali ini tentang ibu. Tentang bapak juga banyak kok. Tapi ibuk dulu ya pak. Hehe. Mendidik seperti ibu mendidik. Banyak hal yang kelak jika aku sudah menjadi ibu, aku ingin mentreatment anakku seperti ibu memperlakukanku.  Sederhana tapi begitu berkesan bagiku hingga saat ini. Dulu ketika aku masih sekolah dari SD, SMP sampai SMA, setiap kali mau Ujian Tengah Semester, Ujian Akhir Semester dan Ujian Nasional, ibu adalah orang yang juga akan menyiapkan banyak hal, mungkin maksudku banyak keperluan. Ketika jadwal ujian keluar, pulang sekolah aku akan bilang pada ibu “Adek uji

Jogja, Wulan Pulang !

Episode 1.... Jogjakarta adalah kota yang entah darimana asalnya selalu bisa menjadikan setiap yang datang menemuinya jatuh cinta. Menemui jogja dan menjalani banyak kisah disana adalah sebuah takdir Tuhan yang paling istimewa. Begitu pula bagi Wulan dan Damar. Dua orang anak manusia yang kemudian bertemu di Jogja dan kemudian diputuskan oleh Tuhan untuk menjalani banyak cerita. Wulan Waktuku dengan Jogja sudah selesai, tempat ini sudah sangat baik mau menerimaku selama 4 tahun lebih, membangun banyak cerita. Mempertemukanku dengan banyak manusia. Jogja sungguh adalah kota yang tidak bisa lagi aku rangkai dengan kata, dia adalah rasa-rasa yang pada setiap sudutnya aku titipkan cerita. “Damar, aku akan pulang tanggal 10 Desember nanti,” akhirnya aku berani memberitahu Damar tentang rencana kepulanganku ke Sumatera. “Oh iya? Cepet banget? Katanya kamu mau tinggal disini?” hanya itu respon yang Damar katakan. “Yah, ayah menyuruhku pulang. Aku sudah selesai dengan kota ini. G